Total Tayangan Halaman

Selasa, 28 Juni 2011

ISU-ISU STRATEGIS FAKULTAS SYARIAH IAIN WALISONGO SEMARANG

Oleh : Dr. Imam Yahya, MA.

(Dekan Fakultas Syariah IAIN Walisongo Semarang)

Sebagai bagian dari lingkungan kampus Islam yang mengembangkan ilmu-ilmu keislaman, Fakultas Syariah harus mempertajam dan memperdalam visi misi ke depan. Dari identifikasi faktor lingkungan akan didapat informasi mengenai sumber daya yang dapat dimanfaatkan Fakultas agar dapat tetap hidup dan berkembang.

Fakultas Syariah hanya dapat hidup dan berkembang apabila alumninya dapat sesuai dan diterima dengan kebutuhan pasar. Dalam logika market share (system pasar) Fakultas ditinjau dari sistem pasar hanya dapat hidup apabila keluarannya dapat memenuhi kebutuhan pihak-pihak yang berkepentingan (staholder). Lingkungan lain yang juga perlu mendapatkan perhatian adalah lingkungan internal yaitu tenga akademik dan tenaga administratif.

Fakultas harus selalu memantau dan mengantisipasi perubahan faktor lingkungan (baik internal maupun eksternal). Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi ini ditandai oleh perubahan yang sangat cepat dan pesat.

Perencanaan strategis adalah upaya proaktif untuk menyesuaikan diri terhadap perubahan-perubahan internal dan eksternal sehingga mampu tetap hidup, tumbuh dan berkembang dengan meningkatkan daya saing yang berkelanjutan.

Atas dasar cara pandang tersebut dapatlah diklasifikasikan isu-isu strategis pengembangan Fakultas Syariah sebagai berikut:

1) Konversi IAIN-UIN. Keinginan sivitas akademika Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Walisongo untuk melakukan transformasi menjadi Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo meniscayakan adanya upaya-upaya penataan organisasi dan peningkatan kapasitas sivitas akademika secara serius karena menyangkut pembukaan program-program studi yang baru. Fakultas Syariah harus membakukan prodi-prodi unggulannya agar pada waktunya tidak terhempas dengan perubahan IAIN –UIN.

2) IDB Loan. Rencana bantuan dari Islamic Development Bank (IDB) untuk IAIN Walisongo pada durasi proyek 2012-2015 memerlukan pengawalan dan perhatian serius. Gagasan dan usaha transformasi IAIN Walisongo menjadi UIN Walisongo, akan diwujudkan dalam dua hal:

a) Pembangunan fisik kampus yang berupa pembangunan gedung kantor dan kelas untuk perkuliahan, laboratorium, pusat bahasa, Information and Communication Technology (ICT) Center, planetarium, student center, dan perpustakaan pusat (central library)

b) Peningkatan kapasitas sivitas akademika dengan mengirimkan mereka ke luar negeri untuk mengikuti post-doctoral research bagi para guru besar, studi S-2/S-3, short-course dan program pertukaran bagi para dosen, training untuk para pejabat institut dan fakultas, para ketua program studi, tenaga administrasi, pustakawan dan laboran.

3) Perkembangan STAIN/IAIN/PTAIS di Jawa Tengah. Menjamurnya perguruan tinggi, baik PTAIN/PTAIS maupun PTUN/PTUS di sekitar IAIN Walisongo, yang membuka prodi-prodi yang sama dengan prodi di Fakultas Syariah, akan mengurangi tingkat animo calon mahasiswa yang mendaftar. Ketidakmampuan meningkatkan daya saing dan keunggulan komparatif-kompetitif akan mengakibatkan Fakultas Syariah IAIN Walisongo perlahan-lahan mati tergerus oleh perguruan tinggi lainnya.

Perkembangan STAIN yang semula Fakultas Cabang dari IAIN Walisongo dan membuka jurusan yang sama dengan Fakultas di IAIN, menyedot in put mahasiswa Fakultas Syariah. Begitu juga dengan berubahnya status STAIN Solo menjadi IAIN secara kelembagaan menjadi kompetitor IAIN Walisongo. Untuk itu Fakultas Syariah harus menunjukkan center of Excellent bagi pengkajian ilmu-ilmu kesyariaahan yang spesifik. Keunggulan Ilmu Falak misalnya yang dipunyai Fakultas Syariah harus menjadi salah satu ciri khas Fakultas Syariah IAIN Walisongo. Setiap alumni harus bisa membuktikan untuk menghitung waktu sholat, awal bulan dan arah kiblat umat Islam.

4) Pragmatisme Masyarakat. Sebagai akibat dari perkembangan masyarakat modern yang kapitalis, pilihan masuk perguruan tinggi juga banyak didomonasi karena persoalan praktis pragmatis. Masyarakat menilai bahwa pendidikan tinggi bisa melakukan perubahan sikap dan perilaku masyarakat dalam menghadapi kerasnya pertarungan mendapatkan posisi kerja di manapun.

Imbas dari sikap pragmatisme ini maka Fakultas Syariah dibanjiri oleh calon mahasiswa yang berkumpul di prodi Ekonomi Islam dan Perbankan Syariah, sementara prodi lama yakni muamalah, jinayah siyasah dan ahwalus syahsyiyyah tetap sepi peminat. Oleh karena itu prodi lama harus bisa melakukan kajian ulang atas proses dan struktur kurikulum yang sekarang ini dipergunakan. Evaluasi merupakan suatu keniscayaan apabila Fakultas Syariah bisa tetap eksis memeprtahankan statutanya sekaligus tidak ditinggalkan peminatnya.

5) Bertambahnya Kompetensi Syariah; Tanpa mengurangi keseriusan dalam mengelola program studi lama di Fakultas Syariah, seperti AS, MU, dan JS, Fakultas Syariah harus menyadari semakin banyaknya kompetensi yang diemban, hukum Islam dan ekonomi Islam. Kesiapan SDM khususnya yang kompeten bidang ekonomi Islam harus diepersiapkan baik melalui perekrutan dosen PNS maupun dosen honorer.

Bagitu juga kompetensi Ilmu Falak yang merupakan center of Excellent bagi Fakultas Syariah harus dimaksimalkan agar semua mahasiswa Fakultas Syariah bisa menikmati manfaat ilmu Falak secara komprehensif.

6) Mengeliminir Stigma Liberal; Pada akhir tahun 1990-an, di saat pergeseran rezim orde baru ke orde reformasi pemikiran Islam di Indonesia mengalami perkembangan yang pesat. Ada 3 model pemikiran yang diminati umat Islam, fundamentalis, liberalis dan moderat. Tipe fendamentalis diindentikkan dengan kelompok unat Islam yang memahami Islam secara tektual. Mereka meneima al-Qur’an sebagai pegangan utama dan menganggap seluruh aturan agama harus tunduk secara tektual pada teks al-Qur’an. Pada akhirnya mereka memandang faham lain bertentangan dengan pemikirannya.

Sedangkan faham liberal, meniscayakan sebuah kontekstualisasi terhadap isi nash al-Qur’an. Kelompok ini memahami Islam sangat substantif sehingga hal-hal yang bersifat pragmnatis tidak terlalu difikirkan.

Dan ketiga adalah kelompok moderat yakni memahami islam sesuai dengan teks dan konteks pemahaman itu ada.

Dari tiga kelomok tersebut, faham liberal mendapatkan momennya dengan menerapokan pemahaman kontektual terhadap teks-teks al-Qur’an dan al-sunnah.

Kamis, 23 Juni 2011

IAIN Kembangkan Syariah Transformatif

MENJELANG perubahan status menjadi Universitas Islam Negeri (UIN), Fakultas Syariah, IAIN Walisongo, Semarang, berusaha mengembangkan ilmu-ilmu syariah transformatif.

Dekan Fakultas Syariah IAIN Walisongo, Imam Yahya mengatakan, visi baru itu harus dipersiapkan agar tidak terlalu kaget dengan eksistensinya ketika program studi perbankan syariah dan ekonomi Islam, beralih status menjadi program studi ekonomi dan perbankan di Fakultas Sosial Humaniora (FSH) IAIN Walisongo pada 2012.
Selain itu, program studi Ilmu Falak, yang sebelumnya menjadi prodi unggulan juga akan berubah status menjadi prodi astronomi di FSH. Secara praktis, yang tersisa dan tetap di Fakultas Syariah hanya tinggal prodi Ahwal Al Syahsyiyyah, Muamalah, dan Jinayah Siyasah.
“Kami tidak ingin berdampak pada eksistensi di fakultas kami ketika IAIN berubah secara resmi menjadi UIN,” kata Yahya. (sumber.
http://setiawan-deni.blogspot.com/2011/05/iain-kembangkan-syariah-transformatif.html)

Rabu, 22 Juni 2011

MENEGUHKAN KEMBALI SEMANGAT NASIONALISM

Oleh: Dr. Imam Yahya, M.Ag.
(Dekan Fakultas Syariah IAIN Walisongo Semarang)





Merebaknya isu seputar NII akhir-akhir ini, tidak saja menjadi problem politik pemerintah tetapi juga menjadi beban para penyelenggara pendidikan termasuk kalangan Perguruan Tinggi baik PTN/PTAIN maupun PTS/PTAIN.

Civitas akademika Perguruan Tinggi dianggap sebagai kader sangat potensial, tidak saja karena aspek kecerdasan dan kearifannya dalam menerima ide-ide dasar NII, tetapi juga kemampuannya untuk menyebarkan visi misi NII kepada masyarakat luas. Dua alasan inilah yang kemudian di introdusir kader-kader NII baik di Jakarta maupun di Semarang menjadikan kampus sebagai pusat perekrutan.

Menyadari target utama inilah, Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo Semarang akan mengadakan Seminar Nasional dengan tema “Menangkal Penetrasi Pemikiran Dan Gerakan Negara Islam Indonesia (NII) ke Dunia Kampus”. Acara di gelar Kamis, 23 Juni 2011 mulai jam 09.00 pagi di Aula I Lantai II, Kampus I IAIN Walisongo Semarang. Direncanakan hadir sebagai narasumber Kapolda Jateng (Irjen Edward Aritonang), Peneliti dan pengamat NII (Umar Abduh), IAIN Walisongo (Drs. H. Abu Hapsin, M.A., Ph.D.), dan Rektor IAIN Prof. Dr. H. Muhibbin, MA.

Bagi Fakultas Syariah sebagaimana disampaikan oleh Dekan Fakultas Syariah, Dr. Imam Yahya, MA. Seminar atau diskusi merupakan upaya yang sangat tepat bagi civitas akademika baik PTN maupun PTS, agar isu NII tidak menjadi bola panas yang merugikan warga kampus. IAIN tidak apriori dengan isu NII, tetapi rasional dan ilmiah. Sebagai sebuah PTN/PTAIN, civitas akademika perlu merespon isu NII ini secara cerdas dan kontekstual. Meski mayoritas menolak gagasan NII, tetapi pasti dengan alasan-alasan yang resonable.

Tentu IAIN tidak bisa berjalan sendiri, untuk itu diskusi ini juga melibatkan para penyelenggara kampus lain di Jawa Tengah ini dengan mengundang para pimpinan PTN/PTAIN dan PTAIS khususnya bidang kemahasiswaan untuk merumuskan upaya-upaya konkit mensikapi isu NII secara komprehensif.

IAIN sebagai perguruan tinggi Islam Negeri di Jawa Tengah ini mempunyai tanggung jawab yang lebih karena isu ini tidak saja berdimensi luas dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Berhijrahnya mereka yang ikut gerakan ini, dari NKRI ke NII harus segera di antisipasi dengan meneguhkan kembali urgensi NKRI. NKRI merupakan bentuk final negara Indonesia yang kita tegakkan bersama. Secara idiologis NKRI tidak bertentangan dengan fiqh politik dalam Islam (fiqh siyasah). Mengacu pada sejarah Islam klasik, piagam Madinah menjadi tonggak berdirinya Negara Madinah yang dipimpin oleh Nabi Muhammad.

Dalam negara Madinah, hidup secara berdampingan berbagai suku dan agama. Sebut saja kelompok kaum muslim yang terdiri dari para Muhajirun yang datang dari Makkah, dan kelompok Ansor yang asli Madinah. Begitu juga dengan kelompok Yahudi yang terdiri dari Bani Qainuqa, bani Nadhir, bani Quraidhah dan kelompok Yahudi Khaibar menjadi salah satu penghuni negara Madinah yang dipimpin oleh Nabi Muhammad. Bukankah ini memberikan pelajaran kepada kita betapa kehidupan politik pada masa Nabi sangat pluralistik? Ini berbeda dengan persoalan idiologis, bahwa sembahan orang kafir berbeda dengan sembahan kaum muslimin, Agama orang Yahudi tetap berbeda dengan agama kaum Muslimin. Dalam persoalan teologis tak ada kompromi dengan selain Islam, tetapi dalam persoalan politik, ekonomi, dan sosial terbentang luas ajaran Islam yang bersifat universal dan layak untuk diterapkan di mana saja dan kapan saja. Wallohu a’lam.*)

Rabu, 15 Juni 2011

MEMINIMALISIR PRAGMATISME BANK SYARIAH


Bank Syariah di Indonesia dinilai masih belum membumi di kalangan masyarakat. Untuk itu diperlukan sosialisasi yang serius kepada masyarakat di Indonesia oleh seluruh komponen peminat Bank Syariah baik pelaku, peminat dan pengkaji Bank Syariah termasuk di kalangan Perguruan Tinggi. Demikian disampaikan oleh Dekan fakultas Syariah IAIN Walisongo Semarang, Dr. Imam Yahya, MA. Pada acara Talkshow “Selamat Tinggal bank Konvensional” dan Memorandum of Understanding (MOU) IAIN Walisongo Semarang dengan PT BNI Syaria, pada kamis 16 Juni 2011.

Talkshow yang dibuka oleh Rektor IAIN Walisongo, Prof. Dr. Muhibbin Noor, MA. Ini menghadirkan Praktisi BNI Syariah Jakarta Abu Muhammad al-Jambi dan Ketua Prodi Ekonomi Islam Fakultas Syariah Dr. Ali Murtadlo, MA. Judul yang terpampang dalam talkshow “Selamat Tinggal Bank Konvensional” ternyata mampu menyedot banyak peserta baik dari dosen dan mahasiswa Fakultas Syariah juga banyak dihadiri oleh praktisi perbankan Syariah. Di antaranya pimpinan Bank Syariah Mandiri Cab Semarang, Kepala BTN Syariah cab Semarang, Kepala Bank Syariah Mega Indonesia Cabang Semarang, perwakilan dari BMT dan BPR Syariah se wilayah Jaw Tengah, serta dosen dan karyawan IAIN Walisongo Semarang.

Penulis buku “Selamat Tinggal bank Indonesia” Abu Muhammad menyatakan bahwa seharusnya akademisi Fakultas Syariah harus menjadi pelopor dalam pengembangan dan penelitian tentang dinamika perbankan syariah di masyarakat. Buku yang diterbitkan merupakan ungkapan hati penulis yang selama 15 tahun berkecimpung di bank konvensional dan kemudian insyaf 8 tahun belakangan beralih ke bank syariah. Dengan bank syariah hati menjadi tenteram, harta menjadi barokah, dan bias beribadah secara syariah.

Apa yang diminati oleh masyarakat tentunya akan berdampak positif pada keberlangsungan bank Syariah. Penelitian Dr. Ali Murtadho menyatakan bahwa konsumen bank syariah masih mengandalkan nasabah idologis, sekitar 60 %, selebihnya diprediksi dari masyarakat pemahaman agamanya bersifat pragmatis dan substantive.

Ketua Prodi Ilmu Perbankan Syariah Fakultas Syariah , Drs. H. Wahab, MM mengaharpkan kegiatan ini bias ditindak lakjuti dengan kegiatan-kegiatan yang mengarah pada program yang win-win solution. Kampus membutuhkan kesediaan bankBNI Syariah untuk magang dan penelitian yang akan dilakukan oleh kantor.

Talkshow ini memberikan perpektif lain bagi para pecinta ilmu ekonomi Islam, bahwa ekonomi Syariah harus disosialisasikan dengan benar kepada seluruh lapisan masyarakat. Setelah sosialisasi dilakukan perlu ditindaklanjuti dengan mempraktekkan pembukaan rekening di bank Syariah, bias BNI Syariah, Bank Syariah Mega Inmdonesia, BTN Syariah maupun di beberapa BPR Syariah.*)

Meminimalisir Pragmatisme Bank Syariah

Kamis, 09 Juni 2011

Metode Baru Penentuan Arah Kiblat dengan Segitiga Siku-siku

Tim Syariah

Salah satu Dosen fakultas Syariah IAIN Walisongo, Drs. KH Slamet Hambali, M.Si., yang juga ketua Lajnah Falakiyyah Jawa Tengah menemukan metode baru menentukan arah kiblat. Metode baru temuan ini dinamakan Metode Slamet Hambali. Sebab belum ditemukan oleh siapapun alias murni dari gagasannya.

Metode ini tergolong cukup sederhana, karena hanya dengan teknik pembuatan sudut kiblat memakai segitiga siku-siku dan memanfaatkan bayangan matahari. Cara ini dapat mengetahui arah kiblat dari tempat yang kita inginkan,

Hal disampaikannya usai mengikuti seminar pengujian tesisnya yang berjudul “Uji Akurasi Metode Penentuan Arah Qiblat dengan Segitiga Siku-Siku dari Bayangan Matahari” di Aula I lantai II Kampus I IAIN Walisongo Semarang. Seminar dibuka oleh Dekan Fakultas Syariah Dr Imam Yahya dan diberi sambutan panjang oleh oleh Rektor IAIN Walisongo Prof Dr H Muhibbin MA.

Penemuan besar ini lansung direspon Dekan Fakultas Syariah, dengan didaftarkan sebagai hak paten. “Penemuan ini sangat sederhana tapi luar biasa. Arah kiblat bagi umat Islam adalah hal yang mendasar, karena sebagai salah satu syarat sahnya ibadah,” ujarnya kepada wartawan.

Pihaknya juga langsung meluncurkan Pusat Layanan Falak (Puslafalak) di kampusnya. Lembaga itu didedikasikan melayani umat untuk membantu menentukan arah kiblat. “Kaum muslimin banyak yang masih bingung menentukan arah kiblat secara tepat, seperti saat pembangunan masjid atau mushola. Kami berharap PLF bisa memberi solusi,” paparnya.

Senada dengan Imam Yahya, Ketua Program Ilmu Falak IAIN Walisongo, DR Arja’ Imroni,, mengatakan, pihaknya berencana menjadikan tesis itu menjadi buku agar bisa dipelajari masyarakat luas. “Kami sangat menghargai setiap penemuan dosen, terutama yang menunjang keilmuan di Fakultas Syariah,” tuturnya.

Ia menerangkan, sebetulnya ada banyak cara menentukan arah kiblat. Biasanya yang digunakan masyarakat adalah ancar-ancar atau perkiraan saja dengan alat bantu kompas. Tentulah belum pasti akurat.Selain itu, ada alat bernama rubu’ mujayyab yang cukup akurat. Namun satuan sudut dalam tabelnya kurang detail karena hanya mencakup satuan menit saja.”

Sedang cara lainnya menggunakan Theodolit dan GPS bisa menghasilkan arah kiblat yang akurat. Hanya saja alat tersebut cukup mahal dan tidak banyak orang yang dapat mengoperasikannya.